lundi, juillet 18, 2005

Bebek Kelas Dua

Tak jauh dari kompleks rumah kami, ada sebuah persimpangan jalan yang minta ampun semrawutnya. Persimpangan itu merupakan perbatasan antara Kodya Bekasi dengan Jakarta Timur. Seperti layaknya daerah perbatasan, tidak jelas siapa mengatur apa dimana. Yang terjadi adalah kemacetan luar biasa, terutama saat pulang kantor maupun bubaran sekolah.
Jika ditelusuri penyebabnya, ternyata tidak adanya mental bebek di kalangan para pengemudi, terutama angkot 03 jurusan Pondok Kopi-Kranji. Dengan seenaknya mereka bisa saling berebut posisi antrian, bahkan tak jarang pula hingga memakan badan jalan untuk lajur yang berlawanan. Akibatnya bisa diterka. Stres, frustasi, keringat dingin, sumpah serapah, semua tumpah jadi satu di persimpangan itu.
Mental bebek lainnya juga tidak ditemukan saat kami berangkat mudik minggu lalu. Karena musim liburan, maka suasana di bandara cengkareng cukup riuh rendah. Untuk masuk ke bandara pun harus melalui antrian, yang sayangnya menjadi arena dulu-mendahului sesama calon penumpang pesawat. Dalam hati hanya sanggup bersabar, seraya mendekap erat alfin supaya tidak terdesak.
Di dalam bandara, yang katanya internasional itu, ternyata fasilitas toilet untuk penumpang domestik non garuda lebih parah daripada untuk penumpang garuda maupun penerbangan internasional. Jangankan kebersihan, bahkan airpun menggenang di wastafel atau tak mengalir sama sekali di toilet. Terpaksalah menahan hasrat alami membuang sisa metabolisme tubuh.
Sudah jadi bebek, dengan mengantri tertib, masih pula mendapatkan layanan kelas dua...