mardi, octobre 25, 2005

Pemadam Kebakaran

Sebenarnya tulisan ini sudah ingin saya tuang beberapa hari lalu. Namun sakit kepala yang tidak mau kompromi menundanya. Akhirnya editorial Media Indonesia (25 Oktober 2005) yang memacu saya untuk menahan sakit kepala yang belum tuntas reda dan melanjutkan tulisan ini.

Terus terang, saya bingung bin heran bin kesal bin muak bin sedih saat mendengar pernyataan menko kesra saat menanggapi kejadian meninggalnya warga lansia saat mengantri untuk mendapatkan pembayaran kompensasi BBM. Dengan entengnya dia menjawab bahwa akan menambah loket khusus untuk warga lansia di kantor pos.

Apa dia gak mikirin hal ini saat merancang proses pembayaran ini?
Apa dia gak mikir kalau sebagian besar rakyat yang berhak mendapatkan ini pastinya bukan dari golongan orang berada, yang mampu membeli obat penambah tenaga supaya tetap tahan mengantri sekian lama di depan loket?
Apa dia gak mikir kalau bikin loket itu akan memakan waktu sekian lama, sementara hingga hari ini korban tewas sudah sebanyak jari di tanganmu, pak?
Apa dia gak mikir bahwa di luar sana ada ribuan rakyat menjerit karena merasa diperlakukan tidak adil, yang tidak mendapatkan kartu kompensasi BBM
Apa dia gak mikir bahwa usulnya itu laksana pemadam kebakaran, yang hanya memadamkan api sejenak tapi tak mampu mencegah api untuk tidak menyala?

Hanya helaan nafas, karena sudah tak mampu berkata lagi.

Karena kata sudah habis untuk menyikapi para pejabat yang hanya sibuk memperkaya diri
Karena kata sudah terkikis untuk mengomentari kenaikan gaji DPR sebesar 10 juta
Karena kata sudah lenyap, tertelan riuh rendah teriakan kondektur bis kota yang meminta ongkos lebih, yang telah naik 2x lipat akibat harga BBM yang melambung tinggi.

U/ temanku piqy winky, sekarang BBM sudah 4500 per liter, ongkos bis patas AC 5000, kopaja koh lopien 2000, bis kota 2500, ojek ke ambas 4000, in case you don't know about it...